Sunday 13 August 2017

GTM dan Picky Eater

Halo, sudah lama sekali tempat curhat emak satu anak ini terbengkalai ya (sambil bersihin sarang laba-laba dipinggiran blog). Laptop saya juga cukup berdebu karena dibiarkan stand by diatas meja tapi gagal dibuka terus. Dulu sulit sekali dapat koneksi internet melalui tethering handphone ke laptop, posting blog lewat HP rasanya pegel, ga enak ngetiknya. Akhirnya hiburan saya hanya lewat update medsos dan liatin timeline setiap hari. Alhamdulillah suami pasang internet fiber optik di rumah, jadi lebih mudah buat akses internet di laptop. Browsing lebih enak, bloging lebih nyaman, makasih piku^^

Dari terakhir posting itu sekitar satu tahun lalu ya, waktu R bikin paspor. Udah lama sekali ternyata saya ga mampir ketak-ketik disini. Sekarang saya ingin membahas masalah GTM (Gerakan Tutup Mulut) dan Picky Eater melalui kacamata saya. Dari pengalaman saya sendiri dan memang belum ada jalan keluar yang pasti ya, penyebabnya saja saya masih ga yakin, hehehe. Jadi disini saya mau curhat aja apa yang sudah saya lalui. Jujur aja hal ini cukup bikin saya stress, karena saya berharap terlalu banyak untuk hal ini. Saya ga pernah membayangkan R akan sesulit ini untuk makan, dan akan se-picky ini dalam memilih-milih makanan. Saya ingin R menjadi anak yang sempurna dengan cara yang berbeda, saya telalu idealis kalau cara-cara antimainstream akan membuat R menjadi anak yang berbeda dan mengagumkan. Pola pikir seperti itulah yang membuat saya stress karena pada kenyataannya R jauh dari idealisme yang saya buat.



Awal makan R pada usia 6 bulan, dulu saya mempersiapkan MPASI R dengan cara Spoon Feeding, lalu saya menemukan metode BLW (Baby Led Weaning). Saya pikir BLW keren, dan akan berhasil pada setiap anak. Saya merasa bangga ketika R bisa mengambil makanan sehatnya sendiri dan memakannya dengan sukarela tanpa dipaksa. Awalnya saya berencana mix BLW dan SF, lalu saya melihat R lebih senang dengan cara makan BLW dan agak sulit disuapi. Saya memutuskan R untuk full BLW. Tapi saya tidak begitu mendalami BLW ini, saya hanya bermodal browsing sana-sini dan melihat anak yang melakukan metode yang sama melalui media sosial. Sampai sekarang saya masih belum memiliki buku panduan khusus untuk metode makan seperti ini. Mungkin inilah penyebabnya, saya kurang ilmu untuk menerapkan metode ini pada R, jadi berujung pada GTM dan picky eater dimana sifat ini sangat kebalikannya dari hasil yang diharapkan dari metode BLW ya.

Saya tidak tahu awalnya dari mana, dan saya juga lupa semenjak umur berapa bulan R akhirnya saya kembali suapi dengan sendok atau tangan, dan parahnya kadang sambil nonton. Jauh dari idealisme yang saya inginkan. Mungkin pada saat R berumur 18 bulan, kita mendapati R sedang sakit dan sangat sulit untuk mau makan sendiri, akhirnya saya suapi dan lama-lama ia menjadi sangat picky dan  saya sampai tidak tahu apa yang bisa dimakan R saat dia GTM. Akhirnya makanan R hanya berputar pada telur dan daging ayam plus kecap. R jadi sering sakit-sakitan karena sulit makan, makan sendiri ga mau, disuapi susah. Saya merasa gagal menjadi ibu setiap R sakit, dan kesal ketika R tidak mau makan. Saya ajak jalan-jalan makannya cuma beberapa sendok, paling lancar memang saat menonton tv dan saat ia memang sedang lapar. Salahnya saya pada saat momen lapar R saya menyerah menyediakan makanan sehat pada R, saya menuruti maunya R. Susu, biskuit, bubur bayi instant, kue-kue yang dia suka. Saya mengikuti kata sebagian orang termasuk orang tua dan mertua saya  "yang penting ada makanan yang masuk". Karena berat bada R-pun sudah berada di batas bawah normal.

Tidak jarang saya emosi dalam menghadapi pola makan R. Dalam beberapa masa saya ga mau ambil pusing, saya berusaha sediakan makanan sehat setiap hari tapi kalau R menolak saya langsung cari-cari dan tawarkan kira-kira makanan apa yang R mau, saya berusaha tenang. Ketika R sudah lancar makan, tiba-tiba ia menjadi susah makan lagi, mungkin tumbuh gigi atau sedang tidak enak badan. Tapi R bisa makan kerupuk dan tidak mau makan nasi, ata karbohidrat lain, R selalu menolak makanan yang saya tawarkan. Sampai saya frustasi saya menasehati R seperti saya menasehati anak SMP yang sudah bisa belajar matematika dan biologi. Dengan nada tinggi, dan sedikit frustasi. R semakin tidak mau makan. 

Oke, disinilah kesalahan saya. Saya kurang sabar, bahkan sangat tidak sabar. Ketika R saya beri label "anak susah makan" saya terus merasa insecure pada saat jam makan R. sedikit saja R menolak saya langsung panik "Ayo R makan biar sehat, biar kuat" dengan nada agak tinggi namun masih sedikit sabar. penolakan R bukan karena pada makanannya, tapi bisa jadi pada cara saya memberikan makan. Namun, ketika saya coba R kembali makan sendiri, R mulai menikmatinya. Namun lagi-lagi ada kesalahan yang saya lakukan, bayangan saya adalah pada patokan seberapa banyak R harus makan. Ketika R sedang makan saya kadang berkata "sayurnya dong dimakan, trus dagingnya, nasinya juga ya" intersupsi ini yang kadang membuat R berhenti makan. Ketika R berhenti makan "eehh kok udahan makannya? ini masih banyak sisanya" hal ini juga yang mungkin membuat R malas makan. Terlalu banyak interupsi.

Sebenarnya saya malu sekali menuliskan ini, namun saya juga perlu catatan dan pengingat apa saja sebenarnya kesalahan saya. Sengaja saya publish  agar ibu lain tidak seperti saya. Sampai sekarang saya masih belum total bisa memperbaiki pola makan R yang kadang GTM dan picky. Pada suatu waktu R lancar makan dengan disuapi sambil nonton atau sambil jalan-jalan. Atau makan sendiri dulu, kalau masih sisa banyak saya suapi. Saya merasa gagal dengan pola makan seperti ini, tidak sesuai dengan harapan saya. Dan semakin baper ketika melihat video anak seusia R lulus BLW, bisa makan sendiri tanpa pilih-pilih. Atau makanan kesuakaan anak itu adalah makanan sehat. Perilaku saya ini juga kurang sehat ya,.Dengan menginginkan R menjadi seperti orang lain.

Saya seharusnya fokus pada perkembanga R aja. Dan banyak bersyukur jika R mau makan. Memuji normal setiap kemajuan  R. Maksudnya memuji normal adalah tidak berlebihan sehingga anak tidak mudah puas dengan pencapaiannya.

Dengan keadaan R seperti ini, saya jadi berubah pikiran tentang Spoon Feeding yang dulu saya anggap tidak berguna dan tidak ada manfaatnya dalam pembelajaran anak. Ternyata SF juga membentuk kelekatan anak pada orang yang menyuapinya. Tapi harapan saya tetap seharusnya R makan sambil duduk dan cukup berkomunikasi saja, tidak perlu pakai nonton apalagi sambil jalan-jalan kesana kemari. Durasi waktu makan juga tidak perlu terlalu lama. Membujuk terus menerus sampai makanan habis dengan berbagai janji yang belum tentu bisa kita tepati juga saya kurang setuju dengan cara tersebut.

Akhirnya saya sekarang harus memulai bersabar dengan metode yang saya inginkan. Saya tidak bisa berkspektasi langsung jadi seperti yang saya inginkan. Dan harus bisa lebih menahan diri untuk "mengomel" pada R. Menjauhkan R dari trauma makan, masih Pe-er banget buat saya. Semoga kalay dikasih rejeki anak lagi pengetahuan saya lebih jelas mengenai cara menerapkan pola makan sehat pada anak. Aamiin

Penyakit Gondongan yang sedang merebak

Wow, it's been very long time ago since the last post . Baru aja cek apa aku bisa masuk ke blog ini lagi? ternyata bisa moms ! hihihi. S...